Anak balita tanpa mainan? Hal itu jelas mustahil. Anak hidup dengan bermain dan belajar juga lewat bermain. Membiarkan tangan anak kosong tanpa satu pun benda dipegangnya untuk dimainkan hanya akan menjadi bumerang bagi orang tua. Rewel dan uring-uringan sangat mungkin terjadi.
Lebih parah lagi jika kemudian mereka beralih menjadi “TV mania”, yang kuat berjam-jam di depan televisi, sementara tayangannya belum tentu sesuai dengan usia mereka.
Namun di tengah membanjirnya produksi mainan anak, orang tua juga ternyata perlu selektif memilihnya. Beberapa kriteria perlu diperhatikan agar mainan yang kita berikan pada anak-anak memiliki nilai manfaat dan juga aman bagi mereka.
Berikut ini kriteria mainan dan permainan anak yang bisa menjadi acuan bagi orang tua:
- Berasal dari bahan yang aman (tidak mengandung racun)
- Bisa mengaktifkan saraf motorik (motorik kasar maupun motorik halus)
Contoh: balok-balok kayu, bola berbagai ukuran, gelas-gelas plastik untuk di tumpuk, manik-manik besar untuk dironce, alat jahit mainan, pasir dan air, lempung mainan, kelereng luncur, mobil-mobilan yang bisa ditarik, sepeda roda tiga, ayunan, perosotan, dll
- Bisa mengaktifkan sisi kognitif otak
Contoh: kartu-kartu kata, kartu-kartu gambar, PAS, logico,puzzle (dari kertas, kayu, atau bahan sintetis), buku-buku cerita, balok-balok bongkar pasang, dll.
- Memungkinkan adanya interaksi dengan anak sebaya atau orang tua
Misalnya: bermain bola, bermain lompat tali, atau bermain tebak kata dengan kartu-kartu.
Hindari sedapat mungkin mainan yang mempergunakan baterai pada usia balita, karena akan mengurangi aktivitas motorik mereka. Membiarkan anak-anak berlarian di halaman jauh lebih baik daripada membiarkan mereka hanya terduduk melihat mobil-mobilan elektrik berjalan dengan bantuan remote control.
Semoga bermanfaat!
Penulis: Maya A. Pujiati