oleh: Maya A. Pujiati
Manusia dengan tepat disebut ‘alamush- shaghir atau jagad kecil di dalam dirinya. Struktur jasadnya perlu dipelajari, bukan hanya oleh orang-orang yang ingin menjadi dokter, tetapi juga oleh orang-orang yang ingin mencapai pengetahuan tentang Tuhan.
Dengan merenungkan wujud dan sifat-sifatnya, manusia bisa sampai pada sebagian pengetahuan tentang Tuhan. Seandainya beberapa detik saja manusia mau memperhatikan bagian-bagian tubuhnya yang sungguh sangat unik, semuanya akan membawa manusia pada suatu perenungan yang hebat. Mata dengan komposisi dan teksturnya yang artistik, hidung yang terbentuk sedemikian rupa, jari-jemari tangan yang bisa dilipat dan ditekuk, serta rambut yang bisa rontok dan kemudian tumbuh lagi, dst, dst.
Jika manusia dengan sombong mengklaim dirinya mampu membuat atau menciptakan apa saja, lantas ia harus membuktikannya dengan menciptakan salah satu dari anggota tubuhnya itu, niscaya untuk sebelah mata yang terpejam pun ia tidak akan mampu membuatnya.
Tetapi mengapa, banyak orang yang telah merenungkan dirinya tidak juga dapat menemui Tuhan, bahkan lari menjauh dari keinginannya mencari Tuhan. Itu berarti bahwa memang ada cara-cara tersendiri untuk melakukan itu.
Ada orang yang gagal menemukan Allah lewat pengamatan, lantas menyimpulkan bahwa Allah itu tidak ada dan bahwa dunia yang penuh keajaiban ini menciptakan dirinya sendiri. Mereka bagaikan seseorang yang melihat suatu huruf yang tertulis dengan indah kemudian menduga bahwa tulisan itu tertulis dengan sendirinya tanpa ada penulisnya.
Ada pula sebagian orang yang menolak kehidupan akhirat, tempat manusia akan diminta pertanggungjawabannya dan diberi balasan atas segala amal perbuatannya dengan pahala atau siksa. Dengan pendapat itu mereka telah menganggap diri mereka sendiri tidak ada bedanya dengan hewan dan sayur-sayuran yang akan musnah.
Sementara yang lainnya adalah mereka yang percaya kepada Allah dan hari akhirat, tetapi hanya dengan iman yang masih lemah.
Dunia tempat manusia hidup adalah ibarat sebuah panggung atau pasar yang disinggahi oleh para musafir di tengah perjalanannya ke tempat lain. Di sinilah mereka membekali diri dengan berbagai perbekalan untuk perjalanan itu.
Sementara itu, untuk membekali dirinya di dunia ini, sebenarnya manusia hanya membutuhkan dua hal: (1) perlindungan dan pemeliharaan jiwanya; dan (2) perawatan dan pemeliharaan jasadnya.
Pemeliharaan yang tepat atas jiwa kita adalah melalui pengetahuan (arafat), melalui kesadaran (ma’syar) dan cinta (mina) akan Tuhan. Dan jika manusia terserap ke dalam kecintaan akan segala sesuatu selain Allah, itu berarti keruntuhan jiwa. Inilah makna simbolis yang kita laksanakan saat kita haji.
Kecintaan kepada Allah adalah sesuatu yang memang sulit dicapai. Akan tetapi, bagaimanapun kecintaan kepada Allah adalah sebuah kewajiban.
Penyempurnaan kemanusiaan justru terletak di sini, yaitu bahwa kecintaan kepada Allah mesti menaklukkan hati kita dan terkuasai sepenuhnya. Kalaupun kecintaan kepada Allah tidak bisa sepenuhnya, maka hal itu minimal mesti merupakan perasaan yang paling besar di dalam hati kita, yang bisa mengatasi kecintaan kepada yang lain selain Allah.
Do’a Rasulullah berkenaan dengan cinta kepada Allah:
“Ya, Allah berilah aku kecintaan kepada-Mu dan kecintaan kepada orang-orang yang mencintai-Mu, dan apa saja yang membawaku mendekat kepada cinta-Mu. Jadikanlah cinta-Mu lebih berharga bagiku daripada air dingin bagi orang-orang yang kehausan”
Adapun kebutuhan-kebutuhan jasmaniah (jasad) manusia itu sendiri sebenarnya sederhana saja. Yaitu, hanya terdiri atas tiga hal: (1) makanan; (2) pakaian; dan (3) tempat tinggal.
Akan tetapi, nafsu-nafsu jasmaniah yang tertanam di dalam diri manusia dan keinginan untuk memenuhinya-lah yang memerintahkan kita untuk melawan nalar (yang justru lebih belakangan tumbuh dari nafsu-nafsu itu sendiri). Padahal nilai-nilai dasar kemanusiaan itu memerlukan pengekangan dan pengendalian berdasarkan hukum-hukum Tuhan yang disebarkan oleh para nabi.
Bagi sebagian besar ummat manusia, usaha memenuhi keinginan-keinginan lahiriah dan mencari kesenangan, kekayaan, hak milik dan lain sebagainya dalam perkembangan materiil yang berwujud kemewahan, telah semakin menggerakkan semangat mereka dan menajamkan keinginan nafsu mereka.
Pekerjaan-pekerjaan dan bisnis-bisnis yang kemudian berkembang dan menjadi semakin rumit di dunia ini telah pula menyumbangkan kekacauan dalam kehidupan manusia. Sebab utamanya adalah karena manusia telah lupa, bahwa kebutuhan mereka sebenarnya hanyalah tiga (makanan, pakaian, dan tempat tinggal).
Sementara itu, kebesaran manusia yang sebenarnya terletak kepada kapasitasnya untuk terus-menerus meraih kemajuan, bukan hanya dalam sisi materiil, tetapi terlebih lagi dalam hal pengembangan kualitas ruhiyah kita. Jika tidak, di dalam ruang temporal ini, kita akan menjadi makhluk yang paling lemah di antara segalanya — takluk oleh kelaparan, kehausan, panas, dingin dan penderitaan. Sementara sesuatu yang paling disenangi seringkali merupakan sesuatu yang paling berbahaya baginya. Dan sesuatu yang menguntungkan sering tidak bisa diperoleh kecuali dengan kesusahan dan kesulitan.
Jadi apa pilihan Anda?