Musim haji tahun 10 H. Kurang lebih 140.000 kaum muslimin datang dari segenap penjuru Arabia. Rasulullah saw bersama kaum muslimin sedang menunaikan rukun Islam kelima, haji. Diantara ribuan manusia yang memenuhi padang Arafat yang dahsyat dan luas itu, Rasulullah menyampaikan khutbah akbarnya.
Dari atas ontanya yang tenang berdiri di Namirah dekat bukit Arafah, Rasulullah saw berkhutbah dengan nada suaranya yang tinggi sambil berkali-kali menunjuk ke langit.
Sabdanya:
“Wahai manusia, dengarkan nasihatku baik-baik, karena barangkali aku tidak dapat lagi bertemu muka dengan kamu semua di tempat ini!”
“Tahukah kamu semua, hari apakah ini?”
Dijawab sendiri oleh beliau. “Inilah hari Nahar, hari kurban yang suci.
Tahukah kamu bulan apakah ini? Inilah bulan suci.
Tahukah kamu tempat apakah ini? Inilah kota yang suci”.
“Maka dari itu aku permaklumkan kepada kamu semua bahwa darah dan nyawamu, harta bendamu dan kehormatan yang satu terhadap yang lainnya haram atas kamu sampai kamu bertemu dengan Tuhanmu kelak. Semua harus kamu sucikan sebagaimana sucinya hari ini, sebagaimana sucinya bulan ini, dan sebagaimana sucinya kota ini.
Hendaklah berita ini disampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir di tempat ini oleh kamu sekalian! Bukankah aku telah menyampaikan?! O, Tuhan saksikanlah!”
“Hari ini hendaklah dihapuskan segala macam bentuk riba. Barang siapa yang memegang amanah di tangannya, maka hendaklah ia bayarkan kepada yang empunya. Dan sesungguhnya Riba Jahiliah itu adalah batil. Dan awal riba yang pertama sekali aku sapu bersih adalah riba yang dilakukan oleh pamanku sendiri, Abbas bin Abd. Muthalib”.
“Hari ini haruslah dihapuskan semua bentuk pembalasan dendam pembunuhan Jahiliah, dan penuntutan darah ala Jahiliah. Yang mula pertama aku hapuskan adalah atas tuntutan darah ‘Amir bin Haris”.
“Wahai manusia! Hari ini setan telah putus asa untuk dapat disembah pada bumimu yang suci ini. Tetapi ia (setan) bangga bila kamu dapat menaatinya walaupun dalam perkara yang kelihatannya kecil sekalipun. Maka waspadalah kamu atasnya!”
Hai Manusia! Sesungguhnya zaman itu beredar semenjak Allah menjadikan langit dan bumi”.
“Wahai manusia! Sesungguhnya bagi kaum wanita itu (isteri) ada hak-hak yang yang harus kamu penuhi, dan bagimu juga ada hak-hak yang harus dipenuhi oleh isteri itu. Ialah, bahwa mereka tidak boleh sekali-kali membawa orang lain ke tempat tidur selain kamu sendiri, dan mereka tak boleh membawa orang lain yang tidak kamu sukai ke rumahmu, kecuali setelah mendapat izin dari kamu terlebih dahulu. Maka sekiranya kaum wanita itu melanggar ketentuan-ketentuan yang demikian, sesungguhnya Allah telah mengizinkan kamu untuk meninggalkan mereka, dan kamu boleh melecut ringan terhadap diri mereka yang berdosa itu. Tetapi bila mereka berhenti dan tunduk kepadamu, maka menjadi kewajibanmulah untuk memberi nafkah dan pakaian mereka dengan sebaik-baiknya. Ingatlah, bahwa kaum hawa itu adalah makhluk yang lemah di sampingmu, mereka tidak berkuasa. Kamu telah bawa mereka dengan suatu amanat dari pada Tuhan dan kamu telah halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. Dari itu taqwalah kepada Allah tentang urusan wanita dan terimalah wasiat ini untuk bergaul baik dengan mereka! Wahai umat, bukankah aku telah menyampaikan?! O, Tuhan, tolonglah saksikan!”
“Wahai manusia! Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kamu sesuatu, yang bila kamu pegang ia erat-erat niscaya kamu tidak akan sesat-sesat selama-lamanya. Dua saja: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Hai manusia dengarkanlah baik-baik apa yang aku ucapkan kepada kamu niscaya kamu bahagia untuk selamanya dalam hidupmu!”
“Wahai manusia! Kamu hendaklah mengerti, bahwa orang-orang beriman itu adalah bersaudara. Maka bagi masing-masing pribadi diantara kamu terlarang keras untuk mengambil harta saudaranya kecuali dengan izin hati yang ikhlas. Bukankah aku telah menyampaikan? O, Tuhan tolong saksikan!”
“Janganlah kamu setelah aku meninggal nanti kembali kepada kafir, di mana sebagian kamu mempermainkan senjata untuk menebas batang leher kawannya yang lain. Karena, bukankah aku telah tinggalkan untukmu pedoman yang benar, yang bila kamu ambil ia sebagai pegangan dan suluh kehidupanmu tentu kamu tidak akan sesat, yakni Kitab Allah (Al Quran). Hai umat, bukankah aku telah menyampaikan?! O, Tuhan, saksikanlah!”
“Hai manusia! Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah tunggal, dan sesungguhnya kamu berasal dari satu Bapak. Semua kamu dari Adam dan Adam terjadi dari tanah. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu semua di sisi Tuhan adalah orang yang paling taqwa, tidak sedikit pun ada kelebihan bangsa Arab itu dari yang bukan Arab, kecuali dengan taqwa”.
“Hai umat, bukankah aku telah menyampaikan?! O, Tuhan saksikanlah! Maka hendaklah barang siapa yang hadir diantara kamu di tempat ini berkewajiban untuk menyampaikan pesan wasiat ini kepada mereka yang tidak hadir!”
Demikian pesan rasul dalam khutbahnya di Haji Wada’. Suatu pertemuan yang sangat mengesankan, sangat mengharukan. Penuh tangis para sahabat yang mulai terbayang akan perpisahannya dengan junjungan yang amat mereka cintai, Rasulullah saw. Pesannya ini pun mesti kita teruskan ke setiap generasi, sebagaimana titah Rasul tadi. Dimana pun ujung jari kaki kita ini menapaki bumi.