Intelektual Publik

  • Beranda
  • Kolom
  • Agama
  • Budaya
  • Ekonomi
  • Keluarga
  • Kepemimpinan
  • Lingkungan
  • Manajemen
  • Pendidikan
    • Pendidikan Anak
  • Psikologi
  • Teknologi
Notification Show More
Font ResizerAa

Intelektual Publik

Font ResizerAa
  • Beranda
  • Kolom
  • Agama
  • Budaya
  • Ekonomi
  • Keluarga
  • Kepemimpinan
  • Lingkungan
  • Manajemen
  • Pendidikan
  • Psikologi
  • Teknologi
  • Beranda
  • Kolom
  • Agama
  • Budaya
  • Ekonomi
  • Keluarga
  • Kepemimpinan
  • Lingkungan
  • Manajemen
  • Pendidikan
    • Pendidikan Anak
  • Psikologi
  • Teknologi
Follow US
Agama

Keuntungan Yang Terlarang Dalam Islam

Nilna Iqbal
By Nilna Iqbal Published April 15, 2008
Share
3 Min Read
SHARE

Kebutuhan hidup keluarga Imam Ja’far Ash-Shadiq r.a. semakin bertambah. Beliau berfikir bahwa dengan berniaga tentu beliau akan bisa membiayai perbelanjaan keluarganya. Dengan modal seribu dinar, beliau menyuruh pembantunya, Mushadif, untuk berangkat ke Mesir dan berniaga.
 
Mushadif membeli jenis barang yang biasa dibawa ke Mesir. Dia berangkat bersama rombongan pedagang lain yang juga hendak ke sana.
 
Setibanya di perbatasan mesir mereka berjumpa dengan rombongan pedagang lain yang baru pulang dari sana. Mereka bertanya tentang situasi setempat. Akhirnya mereka diberitahu bahwa jenis barang yang dibawa oleh Mushadif dan rombongannya, sekarang mengalami krisis sehingga mendapat pasaran yang baik.
 
Pedagang-pedagang ini merasa gembira mendengar berita “baik” tersebut. Kebetulan jenis yang mereka bawa adalah keperluan sehari-hari, yang pasti akan dibeli oleh setiap orang, walau dengan harga paling mahal sekalipun. Mereka berjanji dan bersepakat untuk mengeruk keuntungan tidak kurang dari 100%.
 
Rombongan tiba di Mesir. Ternyata, keadaannya memang seperti yang diberitahukan oleh kafilah tadi. Berdasarkan kesepakatan bersama, akhirnya mereka membuat pasar gelap dan menjual barang bawaan mereka dua kali lipat dari harga biasa.
 
Mushadif kembali ke Madinah dengan membawa laba bersih seribu dinar. Dia datang menghadap Imam Shadiq dengan rasa gembira. Diserahkannya dua kantong berisi uang, masing-masing seribu dinar.
 
“Apa ini?” tanya Imam.
 
“Yang satu adalah modal yang Imam berikan kepadaku, dan lainnya adalah keuntungan bersih, seribu dinar,“ jawab Mushadif.
 
“Banyak benar?” tanya Imam keheranan.

“Coba kau jelaskan bagaimana kalian bisa mengeruk keuntungan sedemikian besar!”
 
“Begini ceritanya. Setibanya di perbatasan Mesir, kami mendapat informasi bahwa jenis barang bawaan kami sudah nyaris kosong di pasaran Mesir. Kami sama-sama bersumpah untuk tidak menjual barang-barang itu kecuali dengan keuntungan dua kali lipat.”
 
“Subhanallah!” ucap Imam. ”Kalian sanggup berbuat demikian? Kalian bersumpah untuk membuat pasar gelap di tengah-tengah kaum Muslimin dan mengeruk keuntungan dua kali lipat dari mereka? MasyaAllah. Tidak. Aku sama sekali tidak menginginkan perniagaan dan keuntungan seperti ini.”
 
Kemudian Imam mengambil satu diantara dua kantung tadi dan berkata: “Ini adalah modalku semula.”
 
Beliau tidak menyentuh kantung yang satunya. Lalu beliau berkata: “Aku tidak ada urusan dengan yang satu itu.”
 
Lalu beliau berkata lagi, “Hai Mushadif, berperang adalah lebih mudah ketimbang mencari yang halal.”   

Tentang Penulis

Nilna Iqbal

See author's posts

Share This Article
Facebook Twitter Copy Link Print
Share
Leave a Comment Leave a Comment

Leave a Reply Cancel reply

You must be logged in to post a comment.

Topik Menarik Lainnya

Menolong Orang Lain Dengan Uang Haram, Bolehkah?

By Nilna Iqbal

Pelajaran Tawadhu’ dari Isa Al-Masih as

By Nilna Iqbal

Khutbah Rasul Di Haji Wada’

By Nilna Iqbal

Allah Adalah Pusat Eksistensi

By Nilna Iqbal
Welcome Back!

Sign in to your account

Forget Password