Masa kecil adalah masa pembentukan konsep-konsep diri, citra diri, dan kecenderungan-kecenderungan pada manusia. Diakui atau tidak, perbedaan karakter, kebiasaan, selera, dan terlebih persepsi-persepsi kita tentang kehidupan dipengaruhi oleh masa kecil kita. Ajaibnya, semua itu dibentuk bukan lewat tutorial, melainkan diawali oleh pikiran dan persepsi orang tua atas anak-anaknya. Tak percaya?
Sebuah buku berjudul Mind Power for Children yang ditulis oleh John Kehoe dan Nancy Fischer menjelaskan tentang hal tersebut dengan bahasa yang mudah dipahami. Buku setebal 201 halaman ini diterbitkan oleh penerbit Think Yogyakarta.
Persepsi kita terhadap anak-anak ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap cara kita memperlakukan mereka dan cara kita berbicara atau bersikap terhadap mereka, dan hal itu pun akan menular pada anak-anak tanpa kita sadari.
Bayangkan ketika kita sedang merasa kesal pada anak-anak saat mereka membuat gaduh. Wajah kita berubah kusut, suara kita menjadi sedikit tegang, dan mungkin meledak jika tak sempat terkontrol. Lalu apa yang mungkin dipikirkan anak-anak tentang kita dengan sikap tersebut? Yakinlah mereka pun akan merasakan ketidaknyamanan itu secara otomatis.
Pada bagian awal buku ini dikatakan, “Pikiran adalah kekuatan paling dahsyat. Begitu pula dalam dunia anak. Segala bentuk pikiran yang terlintas dalam pikiran mereka setiap hari akan mempengaruhi semua aspek kehidupan mereka. Sikap, pilihan, kepribadian dan siapa mereka sebagai individu, adalah produk dari pikiran-pikiran tersebut.”
Kekuatan Kata-Kata
Ketika kita sekolah dulu, mungkin pernah mendengar istilah diksi (pilihan kata). Ternyata, hal itu sangat penting diperhatikan dalam mengarahkan pikiran kita dan anak-anak.
Kata-kata adalah lukisan verbal dari pikiran dan perasaan. Kesan yang ditangkap anak-anak dari kata-kata yang kita ucapkan akan diolah sedemikian rupa oleh otak mereka.
Satu hal yang menarik, anak-anak ternyata akan lebih fokus pada kata terakhir yang mereka dengar daripada uraian kata di awal kalimat, betapapun penting dan panjangnya kata-kata pada awal kalimat tersebut.
Beberapa waktu lalu kami sekeluarga pergi mengunjungi kerabat di Jakarta. Di dalam bis kami lihat seorang ibu menggendong anaknya yang masih berusia kurang lebih satu tahun. Anak itu nampak manis dalam gendongan ibunya, sampai kemudian sang ibu berkata pada anaknya, “Ade, jangan rewel ya, jangan nangis!” Ajaibnya, tak lama kemudian anak itu malah merengek-rengek dan bahkan menangis keras tanpa alasan yang jelas.
Saya dan suami senyum-senyum. Ya, teori tentang efek kata terakhir pada anak ternyata benar-benar terbukti. Kalimat yang diucapkan si ibu adalah kalimat negatif, “Jangan rewel!” namun kesan paling dalam yang didengar anak ternyata terletak pada kata terakhir yaitu ‘rewel”.
Lawan dari kalimat negatif adalah kalimat positif. Mempergunakan kalimat positif akan mengarahkan pikiran kita pada apa yang kita inginkan, sedangkan kalimat negatif mengarahkan pikiran pada apa yang tidak kita inginkan.
Misalnya kalimat, “Saya tak mau gagal lagi.” Itu adalah kalimat negatif yang lebih mungkin dipersepsi pikiran kita menjadi “gagal lagi”. Namun sesungguhnya kalimat itu bisa berubah postif jika pilihan kata yang kita gunakan adalah, “Kali ini saya akan berhasil”.
Mengajarkan Pikiran Positif pada Anak
Melatih anak untuk berpikir positif juga diawali dengan melatih mereka untuk mempergunakan kalimat positif dan menghindari kalimat negatif.
Bagaimana menjelaskan tentang perbedaan pikiran negatif dan positif pada anak-anak menurut penulis buku ini adalah dengan membuat perumpamaan. Pikiran itu ibarat taman. Pikiran positif itu adalah bunga yang membuat kita senang ketika melihatnya, sedangkan pikiran negatif adalah rumput liar yang membuat bunga terlihat kacau dan kita yang melihatnya merasa terganggu. Supaya bunga tumbuh dengan baik, maka sesering mungkin kita harus menyingkirkan rumput liar yang ada di sekelilingnya.
Kekuatan Afirmasi
Beragam hal dalam kehidupan anak-anak terkait pertemanan, persepsi diri, kemampuan-kemampuan intelektual, ataupun optimisme pribadi erat hubungannya dengan bagaimana mereka memikirkan itu semua.
Afirmasi adalah cara paling mudah untuk mengarahkan pikiran dan bahkan keadaan yang negatif menjadi positif. Sebuah penggalan cerita berikut akan menjelaskan hal itu:
Ketika Charles, anak laki-lakiku sakit, ia pergi ke dokter karena kutil yang sangat sakit, berakar di dalam kakinya. Dia dijadwalkan akan diobati dengan mencabut kutil itu seminggu kemudian. Tetapi ketika hari itu tiba, Charles mengatakan kepadaku bahwa kutil itu hampir hilang. Ketika mengeceknya. aku melihat memang benar demikian dan meminta dokter agar membatalkan janjinya. Ketika aku bertanya kepada Charles apa yang telah dia lakukan, dia mengatakan kepadaku bahwa setiap pagi dia melihat kakinya dan berkata, “kakiku bertambah baik dan baik setiap hari.” Dia telah menggunakan teknik afirmasi untuk menyembuhkan penyakitnya.
Anda boleh percaya, boleh juga tidak. Namun tak ada salahnya kan menyimak buku ini, untuk menyumbangkan suplemen positif bagi pikiran kita.
by : Maya A. Pujiati – DuniaParenting.com