Kalau seseorang gagal membentuk citra-diri dan konsep diri-nya, apa sih yang akan terjadi?
Psikolog James Marcia, setelah melakukan study cukup mendalam tentang persoalan ini sampai kepada kesimpulan, ‘akan terjadi kekaburan identitas‘ pada diri mereka.
Psikolog lain, Erikson, malah menambahkan; orang itu bisa jadi gagal menuju kedewasaannya. Ia akan terus terlunta-lunta dalam ‘pencarian-diri’ yang berkepanjangan dan kacau balau.
Akibat lainnya, akan muncul perasaan cemas. Yang anehnya, perasaan “cemas” itu nggak kerasa. Cemasnya lain, bukan cemas, sembarang cemas, semacam “cemas di bawah sadar“. Karena itu, wajahnya sih akan biasa-biasa aja. Tapi tengoklah tingkah-lakunya sehari-hari.
Richard Logan, juga seorang psikolog, berhasil menunjukkan beberapa mekanisme ‘pertahanan-diri‘ yang dilakukan seorang untuk mengurangi kecemasan akibat kekaburan identitas yang tengah dialaminya. Semacam kompensasi.
Inilah dia:
1. Melakukan “pelarian diri sementara”
Dalam istilah psikologi sering disebut “temporary escape“. Mencakup misalnya kegemaran-kegemaran yang keterlaluan dalam suatu bentuk kegiatan tertentu.
Misalnya gemar pesta-pesta, mabuk-mabukan, hobi nonton, dsb. ‘Pelarian’ ini bertujuan untuk mengimbangi rasa-kabur dan tak pasti yang menggerogoti jiwa mereka.
2. Mencari “Barang Pengganti”
Lantaran kekacauan identitas mereka, beberapa orang mengambil jalan pendek, yaitu dengan mencari ‘barang pengganti’ atau ‘substitute‘.
Misalnya saja, mencari bentuk-bentuk kepuasan dalam peran-peran tertentu. Peran-peran yang terbatas ini memang sedikit bisa melegakan kekacauan identitas mereka. Dalam hal ini ada berbagai variasi “pengganti” misalnya mengidentifikasi diri secara berlebihan dan membabi buta pada ‘sesuatu’.
Ya … katakanlah misalnya pada mode baju, potongan rambut, gaya hidup idola, bahkan termasuk pemujaan barang-barang material lain entah itu tas, sepatu, atau mobil. Ia tak bisa menjadi “dirinya sendiri”
3. Ikut Kegiatan-Kegiatan Yang Justru Makin Mengaburkan
Perasaan kacau dan kabur identitas ini juga menyebabkan banyak orang melakukan kegiatan-kegiatan yang tanpa disadarinya justru makin memperkuat ‘kekaburan’-nya saat itu.
Contoh konkrit ngebut misalnya. Memang, mungkin ya, untuk beberapa saat bisa meredam kekacauan perasaannya. Tapi, itu hanya sementara. Setelah itu, justru perasaannya kian ‘kabur’, kian hambar.
Hal yang sama juga terjadi pada orang-orang yang ngadain kegiatan-kegiatan ‘aneh’. Pasalnya mereka cuma pengen menarik perhatian orang-orang di sekelilingnya.
4. Suka Pada Kerjaan Yang Sia-Sia
Orang-orang yang “malang” ini sebetulnya cuma menghabiskan energi tanpa meninggalkan atau mendapatkan makna apa-apa dari kerjaannya itu. Contohnya orang yang suka pada kerjaan ‘iseng’, termasuk yang gemar membaca buku-buku atau majalah ‘murahan’, hanya sekedar menenangkan “kecemasan” sementara waktu saja.
Contoh lain, suka ngerjain tindakan-tindakan tercela, disamping juga sebetulnya ‘sia-sia’, tanpa makna yang berguna. Bahkan buat dirinya pun, tidak. Malangnya, saking karena terbiasa ngerjainnya … mengakibatkan perbuatan-perbuatan yang sia-sia itu, mereka nilai sah, betul, banyak gunanya!
Dengan kata lain ‘ketidakbermaknaan diri‘ (diri tak bermakna)-nya dilegimitasikan dengan tingkah-laku tanpa makna pula.
Inilah sebabnya kenapa kalo mereka dikasi tahu, “Bung, buat apa sih kamu ngerjain itu. Kan kagak ada gunanya”, mereka tetap aja ngotot “Ach, kau nih gimana sih. Jangan kuno gitu dong. Kan kini jaman modern”.
Anda sendiri bagaimana?